
Desa Pagat, yang terletak di dataran tinggi Kecamatan Batu Benawa, mengungkap sejarahnya yang memikat melalui cerita Raden Penganten. Berbeda dari kisah Malin Kundang di Sumatera Barat, Pagat menyajikan narasi yang unik. Diang Ingsun, seorang ibu dengan hati yang berat, mengutuk anak durhakanya, Raden Penganten, yang mengakibatkan transformasinya menjadi batu monumental yang tersemat di perbukitan Pagat. Saat ini, situs ini menarik banyak pengunjung, terutama selama liburan, ketika mereka menjelajahi Sungai Benawa yang indah dengan batu-batu besar dan tetesan segar dari dedaunan yang rindang.
Nama "Pagat" menggema dari pemutusan dramatis tali kapal Raden Panganten, diabadikan dalam nomenklatur desa.
Di balik kisah mistis itu, Pagat membawa bekas-bekas penjajahan Belanda. Sisa-sisa era itu, seperti jembatan yang dulunya kokoh menghubungkan Desa Bundung Raya dan Desa Kabun, menjadi saksi sejarah. Terukir dengan tahun 1934, jembatan itu kini hancur, menjadi saksi bisu dari perjalanan waktu.
Awalnya luas, Desa Pagat mengalami fragmentasi menjadi desa-desa kecil. Namun, pada tahun 1999, terjadi reunifikasi, menggabungkan tiga desa yang berbeda menjadi satu kesatuan yang padu. Penggabungan ini melibatkan RT. 001-003 yang semulanya memang Desa Pagat, RT. 004-006 yang semula bernama Desa Bundung Raya, serta RT. 007-009 yang dulunya bernama Desa Kabun.